Jumat, 30 Mei 2014

MAKALAH KWN DAERAH KAPUAS HULU

     1.  LOKASI ATAU LETAK DAERAH KAPUAS HULU

Penduduk asli Kabupaten Kapuas adalah Suku Dayak Ngaju yang terdiri dari 2 (dua) suku yaitu:
1.     Suku Oloh Kapuas - Kahayan, bermukim di daerah bagian hilir dan tengah sungai Kahayan dan Kapuas.
2.    Suku Oloh Ot Danum, bermukim di bagian hulu sungai Kahayan dan Kapuas.
Secara Antropologis, Suku Dayak di Kalimantan termasuk data rumpun Melayu Tua (Proto Maalayid) yang hidup berkelompok dan menganut kepercayaan agama leluhur (Acientenisme).
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 saat kedatangan pasukan Australia yang bertugas melucuti senjata Jepang dibawah pimpinan Kolonel Robson yang ikut membonceng rombongan orang Belanda dari organisasi bersenjata NICA di bawah pimpinan Mayor Van Assenderp. Sebelum pasukan Australia meninggalkan Banjarmasin (24-10-1945) pihak NICA telah menyusun Administrasi Pemerintahan untuk wilayah Berneo Selatan dibawah pimpinan Residen Abley.
Sampai awal Desember 1945 pihak belanda belum menjamah daerah Kapuas sekalipun Instruksi mereka telah disampaikan kepada para Pejabat Indonesia yaitu para mantan Guncho (Kepala Distrik) di Kuala Kapuas dan Kuala Kurun untuk melakukan tugas Pemerintahan sebagaimana biasa dan untuk pertama kalinya Pihak Pejabat setempat (Hoofd Van Plaatselijk Bestuur) pada masa sebelumnya dijabat oleh seorang Belanda, Gezaghebber ataupun Kontrolir di tempat yang bersangkutan.
Pada tanggal 17 Desember 1945 pihak Belanda/NICA datang langsung ke Kuala Kapuas dengan melewati perlawanan rakyat oleh Haji Alwi di sekitar Kilometer 9,8 Anjir Serapat.
Pada tahun 1946 dengan mantapnya kekuasaan Belanda di Kalimantan, daerah Kapuas sedikit dimekarkan dengan membentuk onderdistrik baru yaitu onderdistrik Kapuas Hilir beribukota Kuala Kapuas, onderdistrik Kapuas Barat beribukota Mandomai, onderdistrik Kapuas Tengah beribukota Pujon, onderdistrik Kahayan Tengah beribukota Pahandut, onderdistrik Kahayan Hilir beribukota Pulang Pisau dan onderdistrik Kahayan Hulu berbukota Tewah.
Pada akhir tahun 1946 (tanggal 27 Desember 1946) di Banjarmasin terbentuk Dewan Daerah Dayak Besar, yaitu suatu Badan Pemerintah Daerah yang meliputi Apdeling Kapuas Barito (tidak termasuk landschap Kotawaringin) atas dasar Zelfbestuurs Regeling (Peraturan Swapraja) tahun 1938, sebagai Ketua adalah Groeneveld (eka Asisten Residen), Wakil Ketua Raden Cyrillus Kersanegara dan Sekretaris Mahir Mahar. Ini adalah Dewan yang pertama terbentuk di Kalimantan.
Pada tahun 1948 diadakan pemilihan anggota Dewan Dayak Besar dalam system pemilihan bertingkat yaitu tiap 100 orang pemilih menunjuk seorang Kepala Pemilih, yang secara langsung memberikan suaranya terhadap calon yang dimajukan. Hasil pemilihan, terpilih sebagai Ketua Haji Alwi, Wakil Ketua Helmuth Kunom, Sekretaris Roosenshoen. Anggota Badan Pengurus Harian adalah Markasi dari Sampit, Barthleman Kiutn dari Barito, Adenan Matarip dan E.D. Tundang dari Kapuas.
Pada bulan Januari 1950 Dewan Daerah Dayak Besar resmi tergabung dalam Wilayah RIS menjadi Daerah Bagian dari Republik lndonesia Serikat. Namun dalam situasi ini rakyat menuntut menghendaki suatu Negara Kesatuan, bukan Negara Federasi hasil Kompromi pihak Belanda sebagaimana dalam peristiwa sebagai berikut.
  1.     Resolusi dari gabungan Empat Partai (PNI, SKI, Pakat Dayak dan Parkondo) tanggal 5 Pebruari 1950 Daerah Dayak Besar tergabung dengan Republik Indonesia bukan Daerah Bagian RIS.
  2.     Tanggal 21 Maret 1950 terjadi Demonstrasi menuntut pembubaran Dewan Daerah Dayak Besar di bawah pimpinan Mochran Ali dan Helmuth Kunom  keduanya anggota Senat RIS.
 3.     Tanggal 1 April 1950 rapat raksasa di Kuala Kapuas mengambil Keputusan mengirim 3 orang utusan (A.A. Samat, Abuzarin dan Sukimin Mustawiradji) ke Yogyakarta dalam rangka penyampaian suara rakyat yang menuntut pembubaran Dewan Daerah Dayak Besar, namun tidak jadi berangkat.
Pada tanggal 14 April 1950 atas dasar tuntutan rakyat dimaksud dengan didasari keyakinan sendiri untuk memenuhi aspirasi rakyat, pihak Dewan Daerah Dayak Besar menentukan sikap peleburan diri secara resmi kedalam Negara Republik Indonesia.
Dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor C.17/15/3 tanggal 29 Juni 1950 menetapkan tentang Daerah-daerah di Kalimantan yang sudah tergabung dalam Republik Indonesia dengan Administrasi Pemerintahannya terdiri dari 6 Daerah Kabupaten yaitu Banjarmasin, Hulu Sungai, Kota Baru, Barito, Kapuas dan Kotawaringin serta 3 Daerah Swapraja yaitu Kutai, Berau dan Bulongan.
Pada akhir tahun 1950 Kepala Kantor Persiapan Kabupaten Kapuas Wedana F. Dehen memasuki masa pensiun dan diserahkan kepada Markasi (Mantan Anggota Dewan Daerah Dayak Besar). Kemudian pada bulan Januari 1951 Markasi diganti oleh Patih Barnstein Beboe. Pada hari Rabu tanggal 21 Maret 1951 di Kuala Kapuas dilakukan peresmian Kabupaten Kapuas oleh Menteri Dalam Negeri dan sekaligus melantik para anggota Dewan Perwakilan Rakyat-Daerah Sementara yang terdiri dari wakil Partai Politik dan Organisasi non-Politik dari Masyumi, Parkindo, PNI, Muhammadiyah dan lain-lain. Pada saat itu Bupati belum terpilih dan sementara diserahkan kepada Patih Barnstein Baboe selaku Kepala Eksekutif.
Pada awal Mei 1951 Raden Badrussapari diangkat selaku Bupati Kepala Daerah Kabupaten Kapuas yang pertama, pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 1951 oleh Gubernur Murdjani atas nama Menteri Dalam Negeri. Oleh masyarakat Kabupaten Kapuas setiap tanggal 21 Maret dinyatakan hari jadi Kabupaten Kapuas dan bertepatan dengan peresmian Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas.
Dalam sejarah proses perkembangan Pemerintahan, kehidupan masyarakat dan pembangunan di Daerah Kabupaten Kapuas, sudah tentu banyak suka duka dan pahit getirnya yang dialami mengingat kondisi letak Wilayah Kabupaten Kapuas 34.800 km2 (3.480.000 Ha) yang sebagian besar berupa hutan, sungai-sungai besar/kecil, rawa/genangan air, pantai/laut, penduduk yang tipis, permukiman terpencar-pencar tidak merata dan mata pencaharian penduduk adalah bertani/berladang itupun masih berpindah-pindah.
Pada tahun 2003 Kabupaten Kapuas telah dimekarkan menjadi 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Kapuas sebagai kabupaten induk dengan ibukota Kuala Kapuas terdiri atas 12 kecamatan, Kabupaten Pulang Pisau dengan ibukota Pulang Pisau terdiri atas 6 kecamatan dan Kabupaten Gunung Mas dengan ibukota Kuala Kurun terdiri atas 6 kecamatan.
Upaya mengatasi berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi di daerah ini secara pasti adalah dengan bekerja keras. Kita patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa berkat kerja keras Pemimpin Pemerintah Daerah maupun Pemimpin Pemerintah Pusat, sampai saat ini Kabupaten Kapuas dapat kita bangun dan akhirnya dapat dinikmati oleh masyarakat.


 2.  PAKAIAN ADAT

Pakaian adat ini adalah pakaian adat manik. Cara membuatnya dari manik asli kalimantan, yang hanya ada di kalimantan, jika dibuat seperti pakaian, cara membuatnya manual, menggunakan tangan. Biasanya orang-orang tua yang betah untuk membuat baju tersebut. Harganya juga mahal, antara 1 – 5 juta. Tergantung dari berapa lama untuk membuat baju tersebut. Satu baju biasanya paling cepat 4 bulan, paling lama 1 tahun, tergantung motifnya juga. Ada juga bagian kepala di pakaikan topi dengan bulu dari burung Enggang gading, hewan khas kalimantan, karena hanya ada di kalimantan.

 3.  RUMAH ADAT

Rumah adat namanya adalah rumah Betang panjang. Rumah Betang pada gambar diatas merupakan rumah Betang tertua di kapuas hulu, umurnya berkisar antara 200-300 tahun yang lalu, atau bahkan lebih dari itu. Menurut penduduk setempat, rumah ini adalah simbol dari 1 keluarga, yang menurunkan anak-anaknya disini juga, sehingga makin banyak keturunannya, makin panjang rumah tersebut. Tingginya dari dasar tanah bisa mencapai 9-10m. Pada zaman dahulu, tempat ini di pakai untuk berteduh dan bersembunyi dari musuh yang akan menyerang. Tapi semakin tahun, karena kayunya sudah mulai rapuh, tinggi tiang di dalam rumah tersebut bisa semakin rendah. Kayu yang di pakai penduduk setempat untuk membuat rumah adalah kayu Belian, yang tidak bisa busuk walau terkena air. Harganya juga mahal, tetapi mudah di dapat.

  4.  TARIAN ADAT

Tari Monong/Manang/Baliatn, merupakan tari Penyembuhan yang terdapat pada seluruh masyarakat Dayak. tari ini berfungsi sebagai penolak/penyembuh/ penangkal penyakit agar si penderita dapat sembuh kembali penari berlaku seperti dukun dengan jampi-jampi. tarian ini hadir disaat sang dukun sedang dalam keadaan trance, dan tarian ini merupakan bagian dari upacara adat Bemanang/Balian.
Tari Pingan, Merupakan Tarian Tunggal pada masyarakat Dayak Mualang Kabupaten Sekadau yang di masa kini sebagai tari hiburan masyarakat atas rezeki/tuah/makanan yang diberikan oleh Tuhan. Tari ini menggunakan Pingan sebagai media atraksi dan tari ini berangkat dari kebudayaan leluhur di masa lalu yang berkaitan erat dengan penerimaan/penyambutan tamu/pahlawan.
Tari Jonggan merupkan tari pergaulan masyarakat Dayak Kanayatn di daerah Kubu Raya, Mempawah, Landak yang masih dapat ditemukan dan dinikmati secara visual, tarian ini meceritakan suka cita dan kebahagiaan dalam pergaulan muda mudi Dayak. Dalam tarian ini para tamu yang datang pada umumnya diajak untuk menari bersama.
Tari kondan merupakan tari pergaulan yang diiringi oleh pantun dan musik tradisional masyarakat Dayak Kabupaten sanggau kapuas, kadang kala kesenian kondan ini diiringi oleh gitar. kesenian kondan ini adalah ucapan kebahagiaan terhadap tamu yang berkunjung dan bermalam di daerahnya. kesenian ini dilakukan dengan cara menari dan berbalas pantun.
Kinyah Uut Danum, adalah tarian perang khas kelompok suku Dayak Uut Danum yang memperlihatkan kelincahan dan kewaspadaan dalam menghadapi musuh. Dewasa ini Kinyah Uut Danum ini banyak diperlihatkan pada acara acara khusus atau sewaktu menyambut tamu yang berkunjung. Tarian ini sangat susah dipelajari karena selain menggunakan Ahpang (Mandau) yang asli, juga karena gerakannya yang sangat dinamis, sehingga orang yang fisiknya kurang prima akan cepat kelelahan.Tari Zapin pada masyarakat Melayu kalimantan Barat, Merupakan suatu tari pergaulan dalam masyarakat, sebagai media ungkap kebahagiaan dalam pergaulan. Jika ia menggunakan properti Tembung maka disebut Zapin tembung, jika menggunakan kipas maka di sebut Zapin Kipas.

  5.  MAKANAN KHAS
       
KERUPUK BASAH DENGAN SAMBAL KACANG
Makanan ini adalah makanan khas kapuas hulu, namanya kerupuk basah. Terbuat dari ikan belidak dan ikan toman yang hanya ada di sungai kapuas, yang di padukan dengan tepung kanji. Sambalnya terbuat dari sambal kacang, seperti pada gambar. Orang yang pertama kali ke kapuas hulu, wajib mencobanya, karena pasti ketagihan.


  6.  MINUMAN KHAS
  
Minuman khas adalah bram, dan arak tuak. Biasanya selalu ada saat acara-acara resmi suku dayak. Penduduk wajib meminum segelas air tersebut, tapi jika berlebihan, bisa membuat mabuk.


 7.  TEMPAT WISATA

Danau ini merupakan salah satu tempat wisata sekaligus tempat mata pencaharian penduduk kapuas hulu, namanya adalah Danau Sentarum. Terlihat indah saat matahari mulai tenggelam. (pada gambar atas dan bawah)


DANAU MUPA DI PUTUSSIBAU
Danau ini biasanya sering untuk tempat wisata dan rekreasi, tempatnya adalah di desa Mupa. Disini juga bagus untuk foto-foto, rekreasi bersama keluarga dan acara ulang tahun bersama teman-teman.
  
  8.  TRADISI BUDAYA
Tradisi yang biasanya di lakukan adalah,, nikah adat. Penduduk yang akan menikah, biasanya harus melakukan nikah adat sesudah nikah resmi di KUA atau gereja. Gawai dayak merupakan salah satu tradisi di kapuas hulu, termasuk suku dayak, karena dominan suku dayak, sehingga yang bukan warga di situ juga ikut memeriahkan acara tersebut. Biasanya di sediakan minuman khas daerah.

  9.  KEBIJAKAN ATAU ATURAN ADAT
Kebudayaan Daerah Kapuas Hulu terdiri dari dua etnis besar yaitu Dayak dan Melayu yang memiliki tradisi seni dan budaya serta peninggalan sejarah purbakala yang mempunyai daya tarik tersendiri sebagai salah satu obyek wisata dan juga sebagai unsur penunjang terciptanya Sapta Pesona Industri Pariwisata.
Keunikan seni budaya masyarakat Dayak dan Melayu yang tumbuh dan berkembang secara tradisional yang mempunyai karakteristik tersendiri yang masih bersifat alami, namun di sisi lain adanya beberapa nilai tertentu yang mengalami kondisi krisis akibat pengaruh arus globalisasi dan budaya asing tetapi tidak mengurangi dari norma-norma adat istiadat budaya kedua etnis tersebut.
Adapun jenis-jenis budaya Dayak dan Melayu yang terdapat di Kabupaten Kapuas Hulu yang dapat di jadikan sebagai obyek wisata antara lain :
Atraksi seni yang dikelola oleh 69 buah sanggar dengan jumlah seniman sebanyak 1.223 Orang terdiri dari: Seni Musik, Seni Teater, Seni Sastra, Seni Rupa, Seni Kriya Dayak dan Melayu baik tradisional maupun non-tradisional.
Upacara adat/ritual adat baik dari suku Dayak maupun suku Melayu yang sangat unik yaitu :
Dari suku Melayu berupa : Tarian Jepin, Syair, Pantun, Qasidah dan Hadrah yang sering digunakan pada Upacara Adat dalam menyambut tamu tertentu baik itu pejabat negara maupun daerah serta juga di gunakan pada saat upacara adat pesta perkawinan.
Dari suku Dayak berupa :
Baranangis dari suku Dayak Embaloh.
Nyonjoan dari suku Dayak Embaloh.
Mandung  dari suku Dayak Taman.
Bejande, Betimang dan Bedudu dari suku Dayak Kantuk.
Dange’ dari suku Dayak Kayan mendalam.
Ngajat dan Sandauari dan Gawai Kenalang dari suku Dayak Iban.
Desa kerajinan/ sentra seni rupa yang terdapat hampir di semua kecamatan seperti: Tenun Ikat Tradisional, Anyam-Anyaman, Manik-manik, Ukir-Ukiran, Tameng, Lukisan dan Pandai Besi.
Perkampungan tradisional dengan ciri khas rumah tinggal yang masih tradisional berupa Rumah Adat Betang Panjang serta pemukiman tradisional masyarakat Melayu Kapuas Hulu

    10.  KEKAYAAN ALAM


Kalimantan Barat memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang cukup melimpah. Hasil pertanian Kalimantan Barat diantaranya adalah padi, jagung, kedelai dan lain-lain. Sedangkan hasil perkebunan diantaranya adalah karet, kelapa sawit, kelapa, lidah buaya dan lain-lain. Kebun kelapa sawit sampai Oktober 2010 sudah mencapai 592,000 ha. Kebun-kebun tersebut sebagian dibangun di hutan yang dikonversi menjadi lahan perkebunan. Kebun-kebun sawit menguntungkan pengusaha dan penguasa. Para petani peserta menderita sengsara. Pendapatan petani sawit binaan PTPN XIII hanya 6,6 ons beras per hari/orang. Sedangkan pengelolaan kebun dengan pola kemitraan hanya memberi 3,3 ons beras per hari/orang. Kondisi ini lebih buruk dari tanaman paksa (kultuurstelsel) zaman Hindia Belanda.


11.KONFLIK YANG PERNAH TERJADI

       Koflik yang pernah terjadi mungkin hampir tidak ada, kecuali antar suku yang salah paham, biasanya harus membayar adat di kepala suku. Seperti perceraian, harta warisan, dan sebagainya. Warga kapuas hulu sangat menjaga tali kekeluargaan antar umat beragama, suku, dan bahasa.




PENUTUP

Dengan adanya keanekaragaman warna masyarakat dan kebudayaan hendaknya kita menyikapinya dengan bijak. Toleransi dan saling menghormati antar sesama masyarakat harus dijunjung tinggi. Walaupun banyak perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Hal yang terpenting adalah menghindari sifat etnosentrisme dan egoisme dalam kehidupan masyarakat yang multikultural demi tercapainya kelangsungan hidup masyarakat yang damai dan aman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar